Asal Mula Aturan Presidential Threshold (PT) 20% dalam Pemilu di Indonesia

Politik | 03 Jan 2025 | 20:07 WIB
Asal Mula Aturan Presidential Threshold (PT) 20% dalam Pemilu di Indonesia
pemohon pengajuan uji materi Pasal 222 UU No.7 Tahun 2017 mengangkat tulisan di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (21/6/18). Sumber Foto: Liputan6.com

Uwrite.id - Aturan mengenai Presidential Threshold (PT) 20% pertama kali disahkan di Indonesia pada tahun 2003, di bawah pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Pembentukan aturan ini berangkat dari kebutuhan untuk mengatur pencalonan presiden pada Pemilu 2004 yang merupakan pemilihan presiden secara langsung pertama kali dalam sejarah Indonesia. Aturan PT bertujuan untuk memastikan bahwa pasangan calon presiden yang muncul adalah mereka yang didukung oleh koalisi partai politik yang cukup kuat, baik dari segi jumlah kursi di DPR maupun suara sah di tingkat nasional.

**Pemilu 2004: Penerapan Pertama Presidential Threshold**

Pada Pemilu 2004, ketentuan presidential threshold pertama kali diterapkan melalui UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 5 ayat (4) mengatur bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% kursi DPR atau 20% suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif. Dalam Pilpres 2004, terdapat empat pasangan calon yang maju, yakni Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Pilpres ini berakhir dengan dua putaran, dan pasangan SBY-Jusuf Kalla keluar sebagai pemenang.

**Pemilu 2009: Penyesuaian Ambang Batas**

Pada Pemilu 2009, aturan Presidential Threshold kembali diberlakukan dengan sedikit perubahan. Melalui UU Nomor 42 Tahun 2008, ambang batas pencalonan presiden diperbarui menjadi 25% kursi di DPR atau 20% suara sah nasional. Perubahan ini memungkinkan hanya partai atau gabungan partai dengan kekuatan politik yang cukup besar yang dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Pada Pilpres 2009, terdapat tiga pasangan calon: Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, SBY-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto. Pilpres ini dimenangkan oleh pasangan SBY-Budiono.

**Pemilu 2014: Tetap Menggunakan PT 25%**

Pemilu 2014 kembali mengacu pada UU Nomor 42 Tahun 2008 yang masih menetapkan besaran presidential threshold yang sama, yakni 25% kursi DPR atau 20% suara sah nasional. Dalam Pilpres 2014, dua pasangan calon yang maju adalah Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jokowi-JK memenangkan Pilpres ini dengan 53,15% suara.

**Pemilu 2019: PT 20% dengan Sistem Pemilu Terpadu**

Pemilu 2019 membawa perubahan besar dengan diselenggarakannya pemilu serentak, yakni pemilihan presiden dan pemilihan legislatif pada waktu yang sama. UU Nomor 7 Tahun 2017 menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 2019. Dalam aturan baru ini, Pasal 222 UU tersebut mengatur bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan presiden harus memperoleh sekurang-kurangnya 20% dari jumlah kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada Pemilu Legislatif sebelumnya. Pada Pilpres 2019, dua pasangan calon yang bertanding adalah Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dengan pasangan Jokowi-Ma'ruf berhasil memenangkan pemilu dengan 55,50% suara.

**Pemilu 2024: Penerapan PT 20% di Era Baru**

Pada Pemilu 2024, aturan presidential threshold tetap mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, dengan ambang batas yang sama, yakni 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional. Pemilu 2024 menyaksikan adanya tiga pasangan calon yang maju dalam Pilpres, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Pada akhirnya, Prabowo-Gibran keluar sebagai pemenang dengan memperoleh 58,58% suara.

Aturan Presidential Threshold 20% yang pertama kali diberlakukan pada Pemilu 2004 mengalami beberapa perubahan seiring berjalannya waktu dan dinamika politik yang berkembang di Indonesia. Meskipun aturan ini dirancang untuk menciptakan stabilitas politik, kontroversi terkait ambang batas ini terus berkembang hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menghapuskan aturan tersebut. Penghapusan PT 20% ini membuka peluang bagi lebih banyak calon presiden untuk berpartisipasi dalam pemilu mendatang, memberikan rakyat lebih banyak pilihan, dan memungkinkan demokrasi yang lebih inklusif.

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar