APDI Adakan Diskusi Seputar Peretasan Siber Atas PDN, Hadirkan 6 Pakar Teknologi Informasi
Uwrite.id - Jakarta - Serangan peretasan terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Indonesia belakangan ini telah mengejutkan banyak pihak. Selama beberapa hari, server PDNS dijadikan sasaran serangan ransomware oleh para hacker, menyebabkan sistem menjadi lumpuh total.
Serangan ini tidak hanya membawa dampak teknis yang besar, tetapi juga memicu konsekuensi ekonomi yang signifikan.
Media melaporkan bahwa kerugian ekonomi akibat serangan ransomware ini mencapai lebih dari Rp6,3 triliun, dengan nilai surplus usaha yang hilang diperkirakan sebesar Rp2,7 triliun.
Serangan ransomware sendiri adalah jenis serangan cyber di mana data korban dienkripsi oleh malware, dan penyerang kemudian meminta tebusan untuk memulihkan akses ke data tersebut.
Kejadian ini sangat merugikan, tidak hanya mengganggu aktivitas ekonomi tetapi juga membuat pemerintah harus menanggung biaya tambahan yang memperbesar kerugian.
Dampak dari serangan ini dirasakan di berbagai sektor, termasuk bisnis dan usaha yang terhambat. Dari sisi penerimaan negara, ada potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp17 miliar dari layanan yang terganggu, yang juga menjadi bagian dari kerugian negara.
Merespons situasi ini, Asosiasi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) menggelar sebuah diskusi bertajuk "Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya AMBYAAAR, Urgensi Keamanan Siber Nasional: Analisis Kasus Ransomware pada PDNS 2 di Surabaya."
Diskusi yang diadakan pada hari Selasa, 9 Juli 2024, dari pukul 14.00 hingga 17.00 WIB, bertempat di Heyoo Coffee, Tendean, Jakarta Selatan, ini menghadirkan sejumlah pakar di bidang teknologi informasi dan hukum. Akhmad Syarbini, Koordinator APDI sekaligus Ketua Umum PP IA-ITB, bertindak sebagai keynote speaker.
Diskusi “Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya AMBYAAAR, Urgensi Keamanan Siber Nasional: Analisis Kasus Ransomware pada PDNS 2 di Surabaya” (Foto: Istimewa)
Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia menggandeng PP IA-ITB dalam menyelenggarakan acara ini.
Narasumber yang hadir antara lain Dr. KRMT Roy Suryo (Pakar Telematika), Petrus Selestinus, SH (Ahli Hukum/APDI), Dr. Ing, H. Ridho Rahmadi, S.Kom, M.Sc. (Akademisi Data Science UII), dan Ted Hilbert, seorang Digital Transformation Evangelist yang juga merupakan pegiat advokasi hak-hak konstitusional.
Hairul Anas Suaidi, Sekjen PP IA-ITB, bertindak sebagai moderator dalam diskusi ini.
Ketua Pengurus Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN), Ted Hilbert mengatakan harus ada perubahan dalam keamanan sistem data Indonesia, sehingga perlu dilakukan citizen lawsuit atau pengaduan masyarakat.
“Pemerintah gagal untuk menjamin keamanan data. Pemerintah gagal untuk menjalankan government cloud yang sesuai kepentingan dan kebutuhan rakyat dan negara. Itu adalah pelanggaran hukum,” ujar Ted.
Ted menyebutkan citizen lawsuit mudah untuk dilakukan. Sebab, menurutnya, gugatan tersebut tidak perlu menyampaikan adanya kerugian dari permasalahan tersebut.
"Skema ini lebih membebaskan penggugat dalam memberikan keleluasaan untuk memuat saran dalam petitum yang mereka gugat," ujar Ted.
Ia menambahkan, skema citizen lawsuit ini bisa menggandeng berbagai kalangan dari mahasiswa hingga ahli terkait untuk memberikan masukan dalam gugatan yang akan dimuat.
“Kita pada dasarnya bisa membuat petitum yang sangat-sangat panjang. Misalnya mengandung isi dari peraturan yang harus dikeluarkan,” ungkapnya.
Ridho Rahmadi, salah satu narasumber yang berlatar belakang sebagai akademisi Data Science, menyarankan penggunaan teknologi blockchain untuk mengatasi kebocoran data di PDNS dengan cara mendesentralisasikan data.
Dirinya juga mengusulkan agar setiap perubahan data harus mendapat persetujuan dari konsorsium.
Menurut Ridho, kebocoran data nasional merupakan ancaman serius terhadap kedaulatan digital.
Ia mengharapkan Kemenkominfo segera melakukan mitigasi yang jelas karena masyarakat membutuhkan tindakan konkret.
Diskusi ini pada akhirnya mencari benang merah penanganan pasca peretasan siber terhadap PDNS, mencoba menyimpulkan langkah terbaik hasil pemikiran komunitas ini guna merestorasi data publik yang terenkripsi, menggali berbagai aspek dari metode serangan ransomware hingga memitigasi dampak ekonomi yang ditimbulkan.
Melalui diskusi ini, APDI berharap dapat merumuskan langkah-langkah konkret untuk memperkuat keamanan siber nasional.
Konklusi dari diskusi tersebut memberikan masukan penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya guna menghindari terjadinya peretasan serupa di masa depan.
Upaya kolektif ini diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan publik dan menjaga stabilitas ekonomi negara.
Dengan adanya diskusi ini, diharapkan semua pihak semakin sadar akan pentingnya peningkatan keamanan siber dan bersama-sama bekerja untuk mencegah serangan-serangan di masa mendatang. (*)
Tulis Komentar