Aktivis LSM PENJARA 1: Bela Laut, Bukan Bebani Laksamana dengan Tagihan BBM!

Peristiwa | 10 Jun 2025 | 13:08 WIB
Aktivis LSM PENJARA 1: Bela Laut, Bukan Bebani Laksamana dengan Tagihan BBM!
Ketum LSM PENJARA 1, Bang Arifin

Uwrite.id - Jakarta – Dalam dinamika nasional yang semakin kompleks dan tantangan geopolitik yang terus meningkat, suara kritis LSM PENJARA 1 kembali menyeruak, kali ini untuk membela lembaga paling strategis dalam sistem pertahanan negara: TNI Angkatan Laut.
Merespons polemik publik atas permintaan Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Muhammad Ali yang mengajukan pemutihan utang BBM senilai Rp 5,45 triliun kepada Pertamina, LSM PENJARA 1 dengan ini menyampaikan sikap resmi: pemutihan tersebut bukan pelanggaran, tetapi sebuah jalan rasional demi keselamatan dan kedaulatan negara.

Konteks Permintaan Pemutihan: Realita Strategis

TNI AL hingga saat ini menghadapi beban operasional luar biasa. Kapal-kapal perang harus terus menyala bahkan ketika tidak berlayar, demi menjaga integritas sistem pendingin dan elektronik navigasi. Realitas ini mengharuskan konsumsi BBM yang masif. Namun ironisnya, BBM yang dibeli TNI AL dikenakan harga industri.

Laksamana TNI Muhammad Ali menyatakan dengan jujur di hadapan Komisi I DPR RI bahwa tunggakan tersebut “mengganggu sekali” kegiatan operasional TNI AL. Maka permintaan pemutihan bukan sekadar tindakan administratif—tetapi seruan penyelamatan strategi maritim nasional.

Menjawab Tuduhan ICW: Kritik Harus Dilandasi Kepakaran, Bukan Keberpihakan

Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak keras wacana pemutihan dan mendesak audit menyeluruh oleh BPK, dengan menyatakan bahwa tidak ada dasar hukum atas permintaan tersebut. Pernyataan ini patut dikoreksi. Sebab:

  • Pasal 62D ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2025 menyatakan bahwa piutang BUMN yang telah dilakukan penagihan secara optimal, namun tidak tertagih, dapat dikeluarkan dari neraca keuangan dan tetap dilakukan penagihan lanjutan.
  • Pasal 62E menegaskan bahwa pemutihan (hapus tagih) hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri BUMN.

Dengan demikian, hukum justru memberi ruang legal bagi mekanisme ini, asalkan dijalankan secara transparan dan dengan prosedur yang sah.

Aspek Historis: Masalah Struktural yang Sudah Berusia Puluhan Tahun

Masalah utang TNI ke Pertamina bukan masalah baru, melainkan warisan struktural sejak era 2000-an. Bahkan pada 2013, Pertamina menandatangani MoU dengan Kementerian Pertahanan karena persoalan serupa: kebutuhan bahan bakar yang jauh melebihi kemampuan alokasi anggaran.

Data menunjukkan bahwa utang TNI kepada Pertamina pada 2017 pernah menyentuh angka Rp 10 triliun, dan tetap tidak menghambat hubungan operasional di lapangan. Maka penyederhanaan isu ini seolah TNI tidak becus mengatur anggaran adalah narasi keliru.

LSM PENJARA 1: Kami Berdiri Bersama KSAL, Demi Laut yang Tetap Dijaga

Kami dari LSM PENJARA 1 menegaskan bahwa keberanian Laksamana TNI Muhammad Ali untuk bersuara di hadapan parlemen adalah bentuk tanggung jawab moral terhadap bangsa. Ia tidak sedang meminta pengampunan, tetapi menawarkan solusi rasional.

Kami bertanya:
Apakah kita akan membiarkan kapal perang terdiam karena BBM dihitung dengan kalkulator korporasi?
Apakah kita ingin mempermalukan tentara kita sendiri hanya karena utang yang dapat diselesaikan melalui regulasi yang sah?

Rekomendasi LSM PENJARA 1: Menjaga Negara Bukan Sekadar Soal Neraca

  1. Pemerintah dan DPR RI wajib membentuk forum lintas kementerian (Pertahanan, ESDM, Keuangan, dan BUMN) untuk menyelesaikan tunggakan BBM TNI dengan pendekatan strategis, bukan akuntansi semata.
  2. Penyesuaian harga BBM untuk TNI AL harus dilakukan secara adil dan proporsional, seperti halnya Polri.
  3. Transparansi dan audit tetap perlu, namun tidak untuk mempermalukan institusi pertahanan, melainkan memperbaiki sistem.
  4. Hapus tagih yang diajukan harus berbasis kajian keuangan, strategi militer, dan keberlangsungan Pertamina sebagai BUMN.

Penutup: Ketika Bangsa Diam, Laut Akan Bersuara

“Kami di LSM PENJARA 1 tak akan tinggal diam melihat prajurit laut yang setia menjaga samudera diperlakukan seperti debitur korporasi. Jika kita enggan membantu TNI menjaga perairan hari ini, maka kita akan membayar mahal kehilangan itu besok hari. Siapalagi yang akan mendukung TNI jika bukan kita, rakyat yang harus bersatu, bahu membahu mencari solusi terbaik. Ini bukan sekadar tentang solar, ini tentang kehormatan sebuah bangsa.”

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar