Uwrite.id - Dalam kedamaian dan keelokan suatu kampung di Ciamis, Jawa Barat, Kampung Adat Kuta, ternyata tersembunyi sebuah warisan tak ternilai—adat-istiadat yang kaya dan unik.
Meresap dalam kehidupan sehari-hari, sistem pamali atau 'tabu' menjadi pemandu yang mengatur setiap langkah penduduknya. Mulai dari pemberian nama anak hingga berkaitan dengan keberadaan hutan keramat, Kampung Adat Kuta membawa kita ke dalam dunia tradisi yang terpelihara dengan cermat.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejumlah larangan yang membangun identitas kampung ini, dari larangan membangun rumah dengan genteng hingga tabu terhadap posisi rumah yang saling memunggungi.
Selain itu, kita akan mengupas keberagaman upacara tradisional yang merefleksikan nilai-nilai dan kepercayaan masyarakat Kuta. Tidak hanya itu, keyakinan pada tempat-tempat keramat dan kepercayaan pada hari, nama, arah, dan tempat yang baik juga memberikan warna khusus pada kehidupan di Kampung Adat Kuta.
Serta, melalui berbagai kegiatan dan seni tradisional seperti tayub, gondang, dan terbang, kita akan menyingkap keseimbangan harmonis antara masyarakat, lingkungan, dan warisan leluhur yang dijaga dengan setia di Kampung Adat Kuta.
Beberapa di antaranya dijelaskan sebagai berikut:
1. Tabu Membangun Rumah:
- Dilarang membangun rumah dengan genteng dan tembok karena dianggap akan menyerupai kuburan. Rumah harus berbahan bilik dan kayu serta berbentuk panggung, menjelaskan kondisi tanah yang labil di Kuta yang membuat rumah dari bata menjadi tidak dianjurkan.
- Larangan menyentuh tanah agar rumah tidak lembab, menghindarkan dari risiko serangan rayap. Adat menegaskan bahwa rumah bilik dan kayu harus berdiri di atas panggung untuk menjaga stabilitas dan keawetan.
2. Tabu Posisi Rumah:
- Dilarang membangun rumah dengan posisi saling memunggungi, kecuali jika jaraknya cukup jauh. Tujuannya adalah agar jika terjadi musibah di salah satu rumah, penghuni di depannya dapat mengetahui dengan cepat.
3. Tabu Hutan Keramat:
- Orang yang memasuki hutan keramat dilarang mengenakan baju dinas dan perhiasan, sebagai tanda rendah hati di hadapan Tuhan yang melihat semua makhluk sebagai sama.
- Adanya larangan untuk mengenakan alas kaki, meludah, buang air kecil, dan sebagainya, bertujuan menjaga kebersihan hutan keramat. Masuk ke hutan keramat juga hanya diperbolehkan pada hari Senin dan Jumat.
Selain itu, adat-istiadat di Kampung Adat Kuta juga tercermin dalam berbagai upacara tradisional. Terdapat upacara yang diadakan untuk kepentingan perseorangan seperti upacara yang terkait dengan daur hidup dan pembangunan rumah, serta upacara untuk kepentingan bersama seperti nyuguh, hajat bumi, dan babarit.
Masyarakat Kuta juga memiliki keyakinan pada tabet-tabet, tempat-tempat yang dianggap keramat seperti leuweung karamat, Gunung Wayang, Gunung Panday Domas, Gunung Barang, Gunung Batu Goong, dan Ciasihan.
Keyakinan ini juga melibatkan kepercayaan pada hari, nama, arah, dan tempat yang dianggap baik. Beberapa kegiatan seperti memberi nama pada bayi, melakukan pekerjaan, mendirikan rumah, pindah rumah, menentukan arah dan tata letak rumah, serta menentukan hari perkawinan dan khitanan, semuanya dijalankan berdasarkan perhitungan yang cermat.
Dalam aspek seni, Kampung Adat Kuta memiliki keberagaman kesenian seperti tayub, gondang, dan terbang. Keharmonisan masyarakat di kampung ini, serta keberlanjutan lingkungan dan nilai-nilai, tercermin melalui kesetiaan warga dalam menjalankan amanah leluhur.
Tulis Komentar