Ada Sedikit Resistensi, Namun PPP Versi Mardiono Serukan Tuntaskan Dualisme

Politik | 03 Oct 2025 | 21:38 WIB
Ada Sedikit Resistensi, Namun PPP Versi Mardiono Serukan Tuntaskan Dualisme
Ketua Umum PPP Mardiono saat ditemui di kediamannya di Permata Hijau, Jakarta Selatan, Kamis (02/10) malam.

Uwrite.id - Jakarta - Muktamar X PPP pada 27 September 2025 berakhir ricuh dan melahirkan dua ketua umum, yakni Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, yang sama-sama mengklaim terpilih secara aklamasi. 

Dalam upaya untuk mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan, PPP versi Mardiono menyerukan agar semua pihak dapat segera mengakhiri perbedaan dan bersatu dalam membangun partai, sehingga dapat mencapai tujuan bersama dan memperkuat posisi partai di masa depan, dengan menuntaskan dualisme yang sedang terjadi. 

Tiga hari setelah muktamar, Kementerian Hukum mengesahkan kepengurusan PPP di bawah Mardiono.

Politisi PPP Romahurmuziy (Rommy) berpendapat, SK Menkum kepengurusan Mardiono telah bertentangan dengan hasil Silaturahmi Nasional Alim Ulama di Ponpes KHAS Kempek, Cirebon, Jawa Barat pada 8 September 2025. Dalam forum itu seluruh ulama PPP se-Indonesia menolak Mardiono untuk melanjutkan kepemimpinannya pada Muktamar X PPP 2025.

"Bahwa karenanya, kami akan melakukan langkah politik, langkah administrasi, dan gugatan hukum bila diperlukan agar Menkum membatalkan SK tersebut. Ketua Umum dan Sekjen telah mengirimkan surat permohonan audiensi dan surat keberatan kepada Menkum RI atas terbitnya SK tersebut," katanya.

Pada arena muktamar pun, sejumlah DPC PPP memiliki pandangan yang berbeda dan menolak pengesahan kepemimpinan Mardiono, serta menyatakan bahwa Agus Suparmanto terpilih secara aklamasi.

Terkait situasi yang semakin kompleks, penolakan terhadap pengesahan kepemimpinan Muhamad Mardiono sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan atau PPP mulai bermunculan dari sejumlah dewan pimpinan cabang, yang menunjukkan adanya perbedaan pandangan dan aspirasi di dalam tubuh partai.

PPP versi Agus Suparmanto menilai, keputusan Menteri Hukum telah mengabaikan fakta Muktamar X PPP di Ancol, Jakarta, termasuk membantah klaim aklamasi Mardiono. 

Menurut pandangan PPP versi Agus Suparmanto, keputusan Menteri Hukum dan HAM dianggap telah mengabaikan fakta-fakta penting yang terjadi dalam Muktamar X PPP di Ancol, Jakarta, serta secara tegas membantah klaim aklamasi yang mendukung Mardiono sebagai Ketua Umum.

Rommy mengunggah sejumlah surat pernyataan dari dewan pimpinan cabang (DPC) PPP yang menolak pengesahan kepemimpinan Muhamad Mardiono oleh Menteri Hukum. Dalam setiap unggahan, ia menampilkan jelas asal DPC yang menyatakan penolakan.

”Pati menolak SK Mardiono," ungkap Rommy pada sebuah postingannya (03/10).

Kalau ada yang bilang terlalu cepat, malah (menurut saya) terlalu lambat. Karena Golkar saya keluarkan SK-nya dua jam (setelah pendaftaran). PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), saya keluarkan SK-nya tiga jam. Boleh tanya semua parpol terhadap layanan kami di Kemenkum, itu kami perlakukan sama sepanjang semua dokumen yang dibutuhkan dilengkapi.

Salah satu surat pernyataan dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Pati yang menolak pengesahan kepemimpinan Muhamad Mardiono oleh Menteri Hukum.

Sejumlah DPC yang tercatat melayangkan pernyataan, antara lain, DPC Kabupaten Pati, DPC Kabupaten Cilacap, DPC Kota Surabaya, DPC Kabupaten Mojokerto, dan DPC Kabupaten Kudus. Surat-surat itu ditandatangani ketua dan sekretaris tiap-tiap DPC dalam rentang waktu 2-3 Oktober 2025.

Isi surat penolakan umumnya seragam. Pertama, mereka menilai keputusan Menteri Hukum mengabaikan fakta Muktamar X PPP di Ancol.

”Surat Keputusan Menteri Hukum di atas mengabaikan seluruh fakta yang terjadi dalam Muktamar X PPP di Ancol, Jakarta,” demikian tertulis dalam surat DPC PPP Kabupaten Pati yang ditandatangani Ketua Ubaidillah Wahab dan Sekretaris Zamroni.  

Ketua Umum PPP terpilih 2025-2030 Agus Suparmanto memeluk pendukungnya yang bergiliran mengucapkan selamat dalam Tasyakuran Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Hotel Discovery, Ancol, Jakarta, Minggu (29/09).

Kedua, para utusan muktamar membantah adanya aklamasi yang menetapkan Mardiono sebagai ketua umum. ”Utusan atau muktamirin menyaksikan sendiri secara langsung tidak ada dan tidak pernah ada aklamasi untuk Muhammad Mardiono sebagai ketua umum,” bunyi salah satu surat pernyataan.

Ketiga, mereka menegaskan muktamar yang sah telah menetapkan Agus Suparmanto sebagai ketua umum secara aklamasi.

”Muktamar menghasilkan ketua umum secara aklamasi, yaitu Sdr Agus Suparmanto,” tertulis dalam surat DPC Pati.

Tuntaskan Dualisme

Di sisi lain, PPP versi Mardiono mengajak semua pihak untuk menerima keputusan Kemenkum dan menuntaskan dualisme kepengurusan. Politisi PPP, Usman Tokan, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (03/10), menegaskan, kini saatnya semua kader bersatu.

”Keputusan Kemenkum sudah keluar, mari kita sama-sama menghormati keputusan itu. Kami berharap semua pihak, rekan-rekan pengurus DPP, DPW, dan DPC se-Indonesia bersatu membangun partai agar 2029 bisa lolos ke Senayan sesuai janji Pak Mardiono,” ungkapnya.

Dirinya juga mengajak para kandidat lain ikut menyatukan barisan. ”Pak Agus maupun Pak Husnan Fananie, mari kita akhiri perbedaan ini. Kita bersatu dengan Pak Mardiono dalam satu barisan, tujuan kita sama, yakni membangun kembali semangat perjuangan PPP sebagai partai masa depan,” seru Usman.

Menurut dia, muktamar kali ini berlangsung berat dan penuh dinamika. Ia menilai cara memperjuangkan kandidat di kubu lawan tidak mencerminkan tradisi partai Islam. Meski demikian, ia menyebut kubu Mardiono memilih bertahan dan tidak melawan dengan cara serupa.

”Untung saja tim pemenangan Pak Mardiono menghadapi kekerasan pihak sebelah dengan taktik bertahan. Bayangkan kalau masing-masing menggunakan cara brutal, tentu ini sangat merugikan semua pihak,” ujar Usman.

Usman menambahkan, setelah tata tertib muktamar selesai, aklamasi untuk Mardiono sempat dilakukan, tetapi suasana yang tidak terkendali membuat PPP versi Mardiono memilih walk out dari ruang sidang.

Tidak Ada Permasalahan Internal

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan, pengesahan kepengurusan PPP di bawah Mardiono sudah sesuai prosedur sebagaimana pengesahan partai politik lainnya. Ia menekankan, pemerintah tidak mencampuri urusan internal parpol.

”Mahkamah PPP sudah menyatakan di media bahwa tidak ada permasalahan internal. Oleh karena itu, kami sahkan,” kata Supratman di Jakarta, Jumat (03/10).

Menteri menjelaskan, seluruh proses administrasi pendaftaran kepengurusan parpol berjalan transparan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkum. Apalagi, saat ini, kementerian juga sedang bertransformasi untuk mempercepat pelayanan publik, baik layanan perseorangan maupun layanan kepada parpol.

Urut-urutan kejadiannya, PPP versi Mardiono mendaftarkan kepengurusan organisasinya pada 30 September 2025 melalui SABH. Semua dokumen telah dinyatakan lengkap pada 1 Oktober pagi, sehingga surat keputusan (SK) ditandatangani langsung oleh dirinya pada hari yang sama pukul 10.00 WIB.

”Waktu itu, kami tidak menerima satu lembar pengaduan pun dari pihak mana pun terkait pendaftaran yang dilakukan PPP versi Pak Mardiono,” jelasnya.

Setelah SK legal dan diterbitkan, SK pun diambil langsung oleh PPP versi Mardiono pada 1 Oktober. Sementara itu, pihak lain yaitu versi Agus Suparmanto baru mendaftarkan pada hari yang sama sekitar pukul 15.00, ketika SK kubu Mardiono sudah diterbitkan terlebih dahulu.

”Kalau ada yang bilang terlalu cepat, malah (menurut saya) terlalu lambat. Karena Golkar saya keluarkan SK-nya 2 jam (setelah pendaftaran). PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), saya keluarkan SK-nya 3 jam. Boleh tanya semua parpol terhadap layanan kami di Kemenkum, itu kami perlakukan sama sepanjang semua dokumen yang dibutuhkan dilengkapi,” ucapnya.

Menurut Supratman, karena SK adalah keputusan Tata Usaha Negara, maka ketika ada pihak yang keberatan pun, ada saluran hukum konstitusionalnya. Ia mempersilakan pihak yang keberatan untuk menempuh mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, termasuk menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). (*)

Menulis di Uwrite bisa dapat penghasilan, Investasikan tulisan anda sekarang juga
Daftar di sini

Jika anda keberatan dan memiliki bukti atau alasan yang kuat bahwa artikel berita ini tidak sesuai dengan fakta, anda dapat melakukan pengaduan pada tautan ini

Tulis Komentar