6.4 juta Pemilih ditemukan Tidak Memenuhi Syarat
Uwrite.id -
Bawaslu mengingatkan KPU agar penyusunan daftar pemilih sementara dilakukan secara cermat.
Badan Pengawas Pemilu menemukan 6.476.221 pemilih yang tidak memenuhi syarat selama pengawasan tahapan pencocokan dan penelitian atau coklit. Komisi Pemilihan Umum diminta menindaklanjuti temuan ini agar penyusunan daftar pemilih Pemilu 2024 tidak menyisakan masalah.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Lolly Suhenty, di Jakarta, Rabu (29/3/2023), mengatakan, berdasarkan hasil uji petik dalam tahapan pencocokan dan penelitian (coklit), pihaknya menemukan 6.476.221 pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS).
Jumlah pemilih TMS ini setara dengan 30 kursi untuk daerah pemilihan dengan harga kursi terakhir tertinggi, yakni di Dapil Jawa Timur XI (212.081 suara untuk satu kursi) di Pemilu 2019. Jika dibagi di dapil dengan jumlah kursi terendah, yakni di Kalimantan Utara (37.616 untuk satu kursi), bisa menghasilkan 170 kursi.
Rincian temuan pemilih TMS tersebut terbagi menjadi delapan kategori. Pertama adalah pemilih salah penempatan tempat pemungutan suara (TPS) yang sebanyak 5.065.265 orang, disusul pemilih yang meninggal (868.545 orang), dan pemilih tidak dikenali (202.776 orang). Selanjutnya adalah pemilih pindah domisili (145.660 orang), pemilih di bawah umur (94.956 orang), pemilih bukan penduduk setempat (78.365 orang), pemilih merupakan anggota TNI (11.457 orang), dan pemilih merupakan anggota Polri (9.198 orang).
Selain menemukan jutaan pemilih TMS, Bawaslu juga mencatat ada dua kategori pemilih yang perlu mendapat perhatian pemangku kepentingan pemilu, yakni pemilih penyandang disabilitas (174.454 orang) dan pemilih yang belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el tetapi memiliki kartu keluarga (832.204 orang).
Dari temuan tersebut, lanjut Lolly, penataan kembali atau restrukturisasi TPS oleh KPU dalam waktu yang sangat singkat mengakibatkan adanya pemilih yang salah penempatan TPS. Beberapa restukturisasi tersebut tidak memperhatikan aspek geografis setempat, kemudahan pemilih di TPS, serta tidak memperhatikan jarak dan waktu tempuh menuju TPS.
Akibat restrukturisasi yang tergesa-gesa tersebut, tidak hanya mengakibatkan pemilih salah penempatan TPS, tetapi juga memunculkan temuan pemilih tidak dikenali dan pemilih bukan penduduk setempat. ”Akibatnya, kegandaan pemilih tidak bisa dihindari,” katanya.
Lebih jauh, potensi munculnya pemilih ganda juga bisa terjadi akibat adanya pemilih pindah domisili yang masuk dalam daftar pemilih. Sebab, pemilih tersebut masih belum dihapus dari lokasi awal sebagaimana tercantum dalam Formulir Model A Daftar Pemilih, sedangkan orang tersebut pada coklit di lokasi baru sesuai domisili KTP-el untuk menjadi daftar pemilih potensial.
Atas temuan-temuan itu, Lolly mengatakan, Bawaslu mengingatkan KPU agar penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) dilakukan secara cermat dengan membersihkan pemilih ganda, termasuk pemilih TMS yang masih tercantum dalam daftar pemilih. Terlebih saat ini merupakan akhir penyusunan daftar pemilih hasil pemutakhiran panitia pemungutan suara dan awal rekapitulasi daftar pemilih hasil pemutakhiran tingkat kelurahan/desa akan dimulai pada 30-31 Maret mendatang.
Ketika diminta tanggapan atas temuan Bawaslu, Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU Betty Epsilon Idroos enggan menjawab. Sementara Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi mengatakan, pihaknya terus mengakselerasi perekaman KTP-el. Koordinasi dengan pemerintah daerah dilakukan agar upaya jemput bola dengan membuka layanan perekaman KTP-el di mal, rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, sekolah, dan kampus berjalan maksimal.
Data Dukcapil hingga 15 Maret 2023 menunjukkan, perekaman KTP-el mencapai 198.593.138 orang atau 96,89 persen dari wajib KTP-el sebanyak 204.971.989 orang. Jumlah wajib KTP tahun ini meningkat sebanyak 3.915.374 orang dibanding akhir 2022. ”Wajib KTP terus bertambah karena ada pemilih pemula berusia 16 tahun yang harus perekaman KTP-el,” ujarnya.
Adapun tingkat perekaman terendah berada di Provinsi Papua Pegunungan (18,03 persen), Papua Tengah (37,02 persen), Papua Selatan (66,27 persen), Papua Barat Daya (77,36 persen), dan Papua Barat (76,86 persen).
Baca Selengkapnya: https://komp.as/StrategiPemilu_31032023
Tulis Komentar